BAB I
PENDAHULUAN
Analisa kuantitatif bertujuan untuk menentukan jumlah suatu zat atau komponen.
Pada analisa kuantitatif zat yang akan ditentukan kadarnya direaksikan dengan
zat yang lain yang diketahui konsentrasinya, kemudian dititrasi setelah
sebelumnya menambahkan suatu indikator, hingga mencapai titik ekuivalen.
Karbohidrat adalah sumber energi utama yang diperlukan
oleh manusia. Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid dan polihidroksi keton
yang mempunyai rumus umum Cn(H2O)n.
Protein
adalah senyawa organik yang molekulnya sangat besar dan susunannya sangat
kompleks serta merupakan polimer dari alfa asam-asam amino. Pada uji biuret
reaksi positif jika terbentuk warna merah muda atau ungu.
Lemak
adalah senyawa organik yang ada di dalam alam baik dalam tumbuhan, hewan,
maupun manusia. Lemak merupakan ester antara gliserol dan asam lemak, dimana
ketiga radikal hidroksal dari gliserol semuanya diesterkan.
Tujuan dari
praktikum pengenalan analisa kuantitatif yaitu untuk mengenal
metode analisa kuantitatif dan untuk menetapkan kadar asam cuka. Tujuan dari praktikum karbohidrat
adalah mengetahui sifat umum dan sifat khusus
karbohidrat. Tujuan dari praktikum protein adalah untuk mengetahui sifat umum
dan sifat khusus protein. Tujuan dari praktikum lemak adalah untuk mengetahui
sifat umum dan sifat khusus dari lemak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Analisa Kuantitatif
2.1.1
Pengertian Analisa Kuantitatif
Analisa
kuantitatif adalah suatu analisa yang digunakan untuk mengetahui kadar suatu
zat. Analisa kuantitatif
berkaitan dengan penetapan beberapa banyak suatu zat tertentu yang terkandung
dalam suatu sampel. Zat yang ditetapkan tersebut, yang sering kali dinyatakan
sebagai konstituen atau analit, menyusun sebagian kecil atau sebagian besar
sampel yang di analisis (Day dan Underwood, 2002).
Larutan yang kita ketahui konsentrasinya dengan teliti
disebut larutan standar. Larutan ini biasanya diteteskan dari buret ke dalam
erlenmeyer yang mengandung reaksinya selesai. Proses ini dinamakan titrasi. Titik dimana saat ini terjadi disebut titik akhir
titrasi. Pada titrasi yang ideal, titik akhir yang terlihat akan terjadi
berbarengan dengan titik akhir stoikiometri atau teoretis. Namun, dalam praktek
biasanya akan terjadi perbedaan yang sangat sedikit, ini merupakan sesatan (error) titrasi. Indikator dan
kondisi-kondisi eksperiment harus dipilih sedemikian, sehingga perbedaan antara
titik akhir titrasi dengan titik ekuivalen adalah sekecil mungkin. (Campbell, et al., 2002).
2.1.2
Macam – Macam Analisa Kuantitatif
Secara garis
besar metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif dibagi menjadi dua macam
yaitu kimia analisis kuantitatif instrumental, yaitu metode analisis
bahan-bahan kimia menggunakan alat-alat instrumen, dan analisa klasik konvensional (Haryadi, 1990). Metode dalam analisa
kuantitatif dibedakan menjadi 2 bagian
yaitu metode gravimeter dan volumetri. Metode gravimeter dalam ilmu kimia
merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau komponen yang
telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam keadaan murni setelah
melalui proses pemisahan. Cara dilakukan dengan unsur atau senyawa yang
diselidiki dan bahan yang menyusunnya. Bagian terbesar yang dilakukan metode gravimetri adalah perubahan unsur
berat tetapnya. Berat senyawa selanjutnya dapat dianalisa berdasarkan jenis
senyawa.
Metode volumetri
atau titimetri adalah analisa
kuantitatif dari reaksi kimia. Pada
analisis ini zat yang akan di tentukan kadarnya, di reaksikan dengan zat lain
yang telah di ketahui konsentrasinya sampai tercapai titik ekuivalen sehingga kepekatan zat yang dicari dapat dihitung
(Sukmariah dan Kamianti, 1992). Analisis volumetri didasarkan pada pengukuran volume
sejumlah larutan pereaksi yang diperlukan untuk bereaksi dengan senyawa yang
hendak di tentukan (Roth dan Blaschke, 1988).
2.2
Karbohidrat
2.2.1
Pengertian Karbohidrat
Karbohidrat
adalah polihidroksi aldehida atau polihidroksi keton atau turunan dari
keduanya. Karbohidrat tersusun atas unsur karbon, hidrogen, dan oksigen, dalam
senyawa-senyawa ini, dua unsur terakhir mempunyai perbandingan 2:1 seperti
perbandingan hidrogen dan oksigen pada air (Sumardjo, 2009).
Banyak karbohidrat memiliki rumus empiris CH2O;
misalnya, rumus molekul glukosa ialah C6H12O6 (enam
kali CH2O). Namun ada juga senyawa organik yang bukan
karbohidrat, seperti asam asetat (C2H4O2 )
atau asam laktat (C3H6O3 ),
mempunyai rumus perbandingan seperti yang dimiliki karbohidrat (Sumardjo,
2009).
2.2.2
Macam – Macam Karbohidrat
Karbohidrat diklasifikasilkan menjadi empat, yaitu
monosakarida, disakarida, oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida adalah
yang dapat dihidrolisis menjadi karbohidrat yang lebih sederhana. Monosakarida
ini dapat diklasifikasikan sebagai triosa, tertosa, pentosa, heksosa, atau
heptosa, bergantung pada jumlah atom karbon , dan sebagai aldosa atau ketosa
bergantung pada agugus aldehida atau keton yang dimiliki senyawa tersebut
(Murray et al., 2006). Monosakarida larut di dalam air dan rasanya manis, sehingga
secara umum disebut juga gula (Campbell et al., 2002).
Disakarida adalah produk kondensasi dua unit
monosakarida, contohnya maltosa dan sukrosa (Murray et al., 2006). Disakarida terdiri atas dua monosakarida yang
dihubungkan oleh suatu ikatan glikosidik, ikatan kovalen yang terbentuk melalui
reaksi dehidrasi (Campbell et al.,
2002). Polisakarida yang juga dikenal sebagai poliosa merupakan karbohidrat
majemuk yang mempunyai susunan kompleks dengan berat molekul yang besar
(Sumardjo, 2009).
Senyawa yang termasuk oligosakarida mempunyai molekul
yang terdiri atas beberapa molekul monosakarida. Dua molekul monosakarida yang
berikatan satu dengan yang lain, membentuk satu molekul disakarida.
Oligosakarida yang lain ialah trisakarida yaitu yang terdiri atas tiga molekul
monosakarida dan tetrasakarida yang terbentuk dari empat molekul monosakarida. Oligosakarida
yang paling banyak terdapat dalam alam ialah disakarida (Poedjiadi dan Supriyanti, 2007). Oligosakarida tersusun atas sedikit (oligos) satuan atau unit sakarida.
Unit-unit penyusun sakarida dapat sama tetapi dapat juga berbeda dan umumnya
tersusun atas 2-6 satuan monosakarida. Oligosakarida berupa zat padat berbentuk
kristal yang dapat larut di dalam air. Oligosakarida yang terdapat di alam
adalah disakarida, trisakarida dan tetrasakarida (Sumardjo, 2006).
2.3
Protein
2.3.1
Pengertian
Protein
Protein
merupakan komponen utama dalam semua sel hidup, baik tumbuhan maupun hewan.
Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar adalah
air. Kira-kira lebih dari 50% berat kering sel terdiri atas protein. Protein
adalah senyawa organik kompleks yang terdiri dari atas unsur-unsur Karbon
(50-55%), Hidrogen (±7%), Oksigen (±13%), dan Nitrogen (±16%). Banyak pula
protein yang mengandung Belerang dan Fosfor dalam jumlah sedikit (1-2%). Ada
beberapa protein lainnya mengandung unsur logam seperti tembaga dan besi
(Estien dan Nursanti, 1994).
Dewasa ini telah
banyak dikenal banyak jenis protein. Adanya perbedaan antara protein yang satu
dengan yang lainnya, pada umumnya, disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah,
jenis, dan cara kombinasikan amino penyusunnya. Protein yang terdapat pada
tanaman di kenal dengan terdapat di
dalam tanah dan air melalui proses biokimiawi yang rumit. Protein nabati yang
baik adalah yang terdapat pada jenis kacang-kacangan. Protein yang terdapat
pada hewan dikenal sebagai protein hewani, yang umumnya mengandung asam alfa
amino yang sama dengan yang digunakan oleh manusia. Oleh karena itu, protein
hewani dianggap sebagai protein yang sempurna Sumardjo ( 2006).
Di dalam tubuh,
protein mempunyai peranan yang sangat penting. Fungsi utamanya sebagai zat
pembangun atau pembentuk struktur sel, misalnya untuk pembentukan kulit, otot,
rambut, ,membrane sel, jantung, hati, ginjal dan beberapa organ penting
lainnya. Kemudian terdapat pula protein yang mempunyai fungsi khusus, yaitu
protein yang aktif. Beberapa di antaranya adalah enzim yang berperan sebagai
biokatalisator, hemoglobin sebagai pengangkut oksigen, hormone sebagai pengatur
metabolism tubuh, dan antibody untuk mempertahankan tubuh dari serangan
penyakit. Kekurangan protein dalam jangka waktu lama dapat mengganggu berbagai
proses metabolism di dalam tubuh serta mengurangi daya tahan tubuh terhadap
serangan penyakit.
Secara kimiawi,
protein merupakan senyawa polimer yang tersusun atas satuan asam-asam amino
sebagai monomer-nya. Asam-asam amino terikat satu sama lain melalui ikatan
peptide, yaitu ikatan antara gugus karboksil asama amino yang satu dengan gugus
amino dari asam amino yang lain dengan melepaskan satu molekul air. Peptida
yang terbentuk atas dua asam amino yang disebut dipeptida. Sebaliknya, peptide
terdiri atas tiga, empat, atau lebih asam amino masing-masing disebut
tripeptida, tetrapeptida, dan seterusnya. (Estien Yazid dan Lisda Nursanti,
1994).
2.3.3
Macam-macam Protein
Berdasarkan bentuk molekulnya, protein dibedakan
menjadi dua, yaitu protein globuler dan protein fiber. Protein globuler, yaitu
protein berbentuk bulat atau elips dengan rantai polipeptida yang berlipat.
Umumnya, protein globuler larut dalam air, basa, asam, atau etanol. Contoh :
albumin, globumin, protamin, semua enzim dan antibodi. Protein fiber, yaitu
protein berbentuk serat atau serabut dengan rantai polipeptida memanjang pada
satu sumbu. Hampir semua protein fiber memberikan peran structural atau pelindung.
Protein fiber tidak larut dalam air, asam, basa, maupun etanol. Contoh :
keratin pada rambut, kolagen pada tulang rawan, dan fibrosa pada sutera.
(Estien Yazid dan Lisda Nursanti, 1994).
2.4 Lemak
Lipid
adalah salah satu kategori molekul biologis yang besar yang tidak mencakup
polimer. Meskipun lemak bukan merupakan polimer, senyawa ini adalah molekul
besar dan terbentuk dari molekul yang lebih kecil melalui reaksi dehidrasi.
Lemak disusun dari dua jenis molekul yang lebih kecil yaitu gliserol dan asam
lemak. Gliserol adalah sejenis alkohol yang memiliki tiga karbon, yang masing
mengandung sebuah gugus hidroksil. Asam lemak memiliki kerangka karbon yang
panjang, umumnya 16 sampai 18 atom karbon panjangnya.
2.4.1 Macam-macam
Lemak
Lemak
Hewani
Sebagian besar lemak hewani merupakan zat padat karena unit
penyusunnya asam lemak jenuh rantai panjang. Asam lemak jenuh tidak mempunyai
ikatan rangkap dalam struktur kimianya dan pada umumnya asam lemak jenuh tidak
dapat larut dalam air (Sumardjo, 2009).
Lemak Nabati
Lemak nabati merupakan zat cair, karena pada umumnya mengandung
satu atau lebih asam lemak tak jenuh sebagai unit penyusunnya. Dibandingkan
dengan asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh mempunyai titik lebur yang lebih
rendah dan lebih mudah larut (Sumardjo, 2009).
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Kimia
Dasar dengan materi Analisa Kuantitatif dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 20
Oktober 2012 pukul 12.30 – 15.00 WIB di Laboratorium Fisiologi dan Biokimia
Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang.
3.1
Materi
Alat
- alat yang digunakan dalam praktikum yaitu
buret yang digunakan untuk titrasi.
Erlenmeyer
100 ml yang digunakan sebagai tempat yang
dititrasi, labu ukur 250 ml yang
digunakan sebagai tempat pembuatan larutan standar atau larutan tertentu dengan
volume tertentu secara tepat dan cepat.
Pipet tetes dipakai
untuk mengambil larutan dalam jumlah kecil.
Pipet volume yang
digunakan untuk mengambil larutan dengan volume tertentu.
Bahan
yang digunakan dalam praktikum yaitu
asam oksalat (H2C2O4.2H2O), NaOH 0,1 M, fenolftalein (PP) 1%, dan asam cuka dixi.
3.2
Metode
3.2.1 Standarisai NaOH dengan
Larutan Asam Oksalat Standar
Metode yang dilakukan dalam praktikum standardisasi
NaOH 0,01 N yaitu menimbang dengan tepat 0.63 gram asam oksalat (H2C2O4.2H2O). Melarutkan asam oksalat yang sudah di timbang ke dalam
aquades kemudian mengencerkan menjadi 100 ml dengan labu takar. Mengisikan
larutan asam oksalat ke dalam buret. Pipet 10 ml NaOH dan memasukkan ke dalam
erlenmeyer 100 ml kemudian ditambahkan 3 tetes indikator penolftalein. Larutan
yang sudah di tambahkan penolftalein itu kemudian menitrasi dengan asam oksalat
standar sampai warna merah indikator tepat hilang. Mencatat
volume Asam Oksalat yang diperlukan, melakukan titrasi sebanyak dua kali dan yang terakhir
menghitung konsentrasi NaOH sesungguhnya.
3.2.2 Penetapan
Kadar Asam Cuka
Metode yang dilakukan dalam praktikum penetapan kadar
asam cuka yaitu mengisi larutan NaOH yang telah di diketahui konsentrasinya ke
dalam buret, mengambil 10 ml asam cuka perdagangan dan mengencerkan menjadi 250
ml dengan labu takar. Kemudian, masukkan 10 ml asam cuka yang telah diencerkan
dan memasukkan ke dalam erlenmeyer, menambahkan 3 tetes indikator penolftalein.
Menitrir larutan asam cuka yang sudah
diencerkan tersebut dengan larutan NaOH sampai timbul warna merah muda yang
tetap. Kegiatan diulangi dua kali untuk erlenmayer yang lain. Mancatat volume
NaOH yang diperlukan dan menghitung kadar asam cuka.
3.2.3 Uji kelarutan
Metode yang dilakukan dalam
praktikum Uji Kelarutan yang pertama adalah menyiapkan lima tabung reaksi.
Memasukkan secara urut glukosa,
fruktosa, laktosa, sukrosa dan kanji ke dalam tabung. Mengamati
dan mencatat
warna dari bentuk fisik karbohidrat. Menambahkan 10 tetes aquades ke setiap tabung reaksi. Menutup tabung
dengan ibu jari dan menggojog dengan baik. Mengamati
larutan tersebut dan mencatatnya.
3.2.4
Sifat
mereduksi (Uji Fehling)
Metode yang dilakukan dalam praktikum Uji
Fehling yaitu
menyiapkan 7 tabung reaksi, secara urut
mengisi 10 tetes larutan
laktosa, sukrosa, glukosa, fruktosa, kanji, madu dan sirup 2% ke dalam tabung
reaksi. Mengisi 10 tetes Fehling A
dan Fehling B pada masing
– masing tabung reaksi, dan menggojognya.
Memanaskan di atas lampu
bunsen selama 10 menit. Mengamati dan mencatat perubahan yang terjadi.
3.2.5
Uji Benedict
Metode yang dilakukan dalam
praktikum Uji Benedict yaitu emasukkan 10
tetes larutan glukosa ke dalam tabung reaksi. Menambahkan 5 tetes pereaksi
Benedict dan menggojok berulang kali. Memanaskan dan akan terjadi perubahan warna. Mengamati secara teliti, mencatat
perubahan pada lembar pengamatan. Reaksi positif jika terbentuk endapan warna merah bata. Mengulangi
pengujian ini terhadap larutan fruktosa, sirup, kanji, dan laktosa.
3.2.6
Uji
Asam pikrat
Metode yang dilakukan dalam
praktikum Uji Asam Pikrat yaitu memasukkan 10
tetes glukosa ke dalam tabung reaksi. Menambahkan larutan Asam Pikrat jenuh dan Sodium Karbonat.
Memanaskan larutan dan mengamati perubahan warna yang terjadi. Reaksi akan
positif apabila terbentuk warna merah. Mengulangi pengujian ini terhadap larutan fruktosa,
laktosa, sirup dan kanji.
3.2.7 Uji Biuret
Metode yang dilakukan dalam
praktikum Uji Biuret yaitu mencampurkan 2 ml albumin telur dengan 2 ml NaOH 10%
dalam tabung reaksi, menambahkan dengan tepat 2 tetes larutan CuS 0.5% dan
mengaduk sempurna,mengamati perubahan reaksi positif jika terbentuk warna merah
muda atau ungu, mengulangi langkah kerja ini terhadap gelatin.
3.2.8 Presipitasi dengan Larutan Logam Berat
Metode yang dilakukan dalam
praktikum Presipitasi dengan Larutan Logam Berat yaitu menyediakan tiga tabung
reaksi yang bersih, dan mengisi masing-masing dengan larutan putih telur encer,
menambahkan Fe pada
tabung pertama, menambahkan CuS pada
tabung kedua dan Hg pada
tabung ketiga, mengamati dan membandingkan warna endapan yang terbentuk,
mencatat pada lembar pengamatan, kemudian mengulangi langkah kerja dengan
menggunakan larutan protein susu sebagai pengganti larutan putih telur.
3.2.9 Uji Sifat Fisik, Kekentalan, dan Bau
Metode yang dilakukan dalam praktikum Uji Sifat Fisik, Kekentalan
dan Bau yaitu menyiapkan bahan praktikum yang akan di gunakan dalam uji sifat
fisik, kelarutan dan bau. Bahan yang digunakan adalah minyak kelapa dan gajeh.
Mengamati sifat fisik, kekentalan dan bau dari minyak kelapa dan gajeh. Menulis
hasil pengamatan pada lembar pengamatan.
3.2.10 Uji kelarutan Lipid
Metode yang dilakukan dalam
praktikum Uji Kelarutan Lipid yaitu menyediakan tabung reaksi, mengisi tabung 1
dengan air 10 tetes, mengisi tabung 2 dengan 10
tetes, mengisi tabung 3 dengan alkohol 10 tetes, mengisi tabung 4 dengan eter
10 tetes, menisi tabung 5 dengan kloroform 10 tetes, menambahkan minyak kelapa
sebanyak 10 tetes, mengocok sampai homogen, membiarkan beberapa menit kemudian
mengamati yang terjadi, mengulangi percobaan tersebut dengan menggunakan
mentega dan margarin.
3.2.11 Uji Emulsi
Metode yang dilakukan dalam praktikum Uji Emulsi yaitu menyediakan
3 tabung reaksi, mengisi tabung 1 dengan 2 ml air + 1 tetes minyak kelapa,
mengisi tabung 2 dengan 2 ml air + 1 tetes minyak kelapa + 1 tetes mengisi tabung 3 dengan 2 ml air
+ 1 tetes minyak kelapa + air sabun, mengocok masing – masing tabung kemudian
membiarkan 2 menit dan mengamati terbentuknya emulsi pada masing – masing
tabung, dan mengulangi percobaan tersebut dengan menggunakan mentega dan
margarin.
BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Kuantitatif
4.1.1 Standarisasi NaOH
dengan Larutan Asam Oksalat Standar
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil Standardisasi NaOH dengan Asam
Oksalat
Volume Asam Oksalat (ml)
|
|
Titrasi I
|
1,3 ml
|
Titrasi II
|
1,7 ml
|
Rata-rata
|
1,5 ml
|
Sumber: Data Primer Praktikum Kimia
Dasar, 2012.
Berdasarkan
hasil praktikum standarisasi NaOH dengan asam oksalat standar, terjadi
perubahan warna pada NaOH setelah ditetesi dengan fenolftalein yaitu berubah
menjadi warna merah, kemudian menitrasi dengan asam oksalat hingga berubah
warna menjadi bening. Munculnya warna bening tersebut menunujukkan bahwa
larutan tersebut dalam keadaan netral. NaOH merupakan basa kuat sehingga untuk
merubah larutan tersebut menjadi netral dibutuhkan asam kuat. Hal ini sesuai
dengan pendapat Day dan Underwood (2001) yang menyatakan bahwa larutan asam
yang digunakan sebagai standar, hendaknya bersifat asam kuat. Suatu larutan
dikatakan netral apabila dapat bereaksi dengan tepat dengan larutan yang
memiliki sifat yang sama. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Keenan (1984)
menyatakan bahwa suatu larutan akan benar-benar netral jika asam dan basa itu
sama kuat, atau asam dan basa itu sama lemah.
4.1.2 Hasil Penetapan Kadar Asam Cuka Dixi
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 2. Hasil Pengukuran Kadar Asam Cuka
Volume NaOH (ml)
|
|
Titrasi
I
|
22 ml
|
Titrasi
II
|
23 ml
|
Rata-rata
|
22,5 ml
|
Sumber: Data Primer Praktikum Kimia Dasar, 2012.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, untuk
menentukan kadar asam cuka dixi maka perlu dilakukan penambahan indikator
fenolftalein pada larutan asam cuka yang berwarna jernih. Setelah dititrasi
dengan NaOH warnanya berubah menjadi merah. Hal tersebut menunjukkan bahwa
percobaan penentuan kadar asam cuka berhasil. Suatu indikator seperti
fenolftalein mengakibatkan larutan berubah warna (Keenan, 1984). Hasil
perhitungan kadar asam cuka sebesar 40,5%. Hasil tersebut dikatakan tidak
normal karena kadar asam cukan yang normal berkisar antara 12-15%.
Ketidaknormalan kadar asam cuka ini dapat disebabkan oleh ketidaksesuaian
jumlah larutan yang digunakan untuk mengencerkan cuka. Hal ini tidak sesuai
dengan pendapat Keenan (1984) yang menyatakan bahwa dalam analisis larutan asam
dan basa, titrasi melibatkan pengkuran yang seksama volume-volume suatu asam
atau basa yang tepat saling menetralkan. Titrasi dapat dikatakn berhasil
apabila zat yang ada pada sampel
penelitian sudah tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Day dan Underwood (2002)
yang menyatakan bahwa analisa kuantitatif berkaitan dengan penetapan berapa
banyak suatu zat yang terkandung dalam suatu sampel.
4.2 Karbohidrat
4.2.1 Uji Kelarutan
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 3. Hasil
Pengamatan Uji Kelarutan
Sampel
|
Warna
|
Bentuk
|
Keterangan
|
Glukosa
Fruktosa
Laktosa
Maltosa
Sirup
Madu
|
Bening
Bening
Bening
Bening
Merah muda
Bening
|
Larutan
Larutan
Larutan
Larutan
Larutan
Larutan
|
Tidak berubah warna
Tidak berubah warna
Tidak berubah warna
Tidak berubah warna
Tidak berubah warna
Tidak berubah warna
|
Sumber : Data Primer Praktikum Kimia Dasar, 2012.
Berdasarkan hasil praktikum
yang dilakukan, diketahui bahwa ketika larutan glukosa, fruktosa, laktosa,
maltosa, sirup dan madu ditetesi dengan aquades, keenam larutan tersebut
membentuk larutan dan tidak berubah warna. Hal tersebut terjadi karena karbohidrat
tersebut larut dalam air. Menurut Estien dan Nursanti (2006) pada umumnya,
karbohidrat berupa serbuk putih yang mudah larut dalam air. Pada saat larutan
ditetesi aquades tidak terjadi reaksi, karena adanya sifat mereduksi dari
karbohidrat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunanda (2003) yang menyatakan
bahwa monosakaridadan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi
terutama dalam suasana basa.
4.2.2 Uji Fehling
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 4. Hasil Pengamatan Uji Fehling
Sampel
|
Reaksi (+\-)
|
Keterangan
|
Laktosa
Glukosa
Fruktosa
Madu
Sirup 2%
Maltosa
|
+
+
+
+
+
+
|
Ada endapan,
warna biru menjadi merah bata
Ada endapan,
warna biru menjadi merah bata
Ada endapan,
warna biru menjadi merah bata
Ada endapan,
warna biru menjadi merah bata
Ada endapan,
warna merah bata menjadi biru
Ada endapan,
warna biru menjadi merah bata
|
Sumber : Data Primer Praktikum Kimia Dasar,
2012.
Berdasarkan hasil praktikum diketahui apabila
laktosa,glukosa, fruktosa, madu, sirup 2% dan maltosa ditambahkan dengan
fehling A dan fehling B kemudian dipanaskan, menghasilkan endapan merah bata.
Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjiadi (1994) yang menyatakan bahwa pereaksi
fehling menghasilkan endapan berwarna merah bata. Perubahan warna biru menjadi
merah bata menunjukkan bahwa larutan tersebut berubah dari suasana asam menjadi
basa. Menurut Bintang (2012) endapan merah bata yang terbentuk setelah
dipanaskan, menunjukkan larutan dalam suasana basa.
4.2.3
Uji Benedict
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 5. Hasil Pengamatan
Uji Benedict
Sampel
|
Reaksi (+\-)
|
Keterangan
|
Glukosa 2%
Fruktosa
Maltosa
Laktosa
Sirup
Madu
|
+
+
+
+
+
+
|
Ada endapan, warna biru menjadi kuning
Ada endapan, warna biru menjadi kuning
Ada endapan, warna biru menjadi merah
bata
Ada endapan, warna biru menjadi merah
bata
Ada endapan, warna hijau menjadi
kuning
Ada endapan, warna hijau menjadi
kuning
|
Sumber : Data Primer Praktikum Kimia Dasar,
2012.
Berdasarkan
hasil praktikum diketahui bahwa larutan glukosa 2%, fruktosa, maltosa, laktosa,
sirup, dan madu yang ditetesi pereaksi benedict kemudian dipanaskan,
menghasilkan endapan berwarna kuning dan merah bata. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sunanda (2003) yang menyatakan bahwa pada uji fehling, endapan yang
terbentuk dapat berwarna hijau, kuning, atau merah bata bergantung pada
konsentrasi karbohidrat yang diuji. Uji benedict dilakukan pada suasana basa,
terbukti dengan terjadinya perubahan pada glukosa, fruktosa, sirup, maltosa,
laktosa, dan madu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bintang (2012) uji benedict
dilakukan pada suasana basa yang menyebabkan terjadinya transformasi bentuk.
4.2.4
Uji Asam Pikrat
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 6. Hasil Pengamatan Uji Asam Pikrat
Sampel
|
Reaksi (+\-)
|
Keterangan
|
Glukosa 2%
Fruktosa
Maltosa
Laktosa
Sirup
Madu
|
+
+
-
-
+
+
|
Ada
endapan,warna kuning menjadi merah bata
Ada
endapan, warna kuning menjadi merah bata
Tidak
ada endapan, warna tetap kuning
Tidak
ada endapan,warna tetap kuning
Ada
endapan, warna kuning menjadi merah bata
Ada
endapan, warna kuning menjadi merah bata
|
Sumber : Data Primer Praktikum Kimia Dasar,
2012.
Berdasarkan hasil praktikum, diketahui bahwa
glukosa, fruktosa, sirup dan madu mengalami perubahan warna dari kuning menjadi
merah bata setelah ditetesi asam pikrat jenuh dan sodium karbonat kecuali
laktosa dan maltosa yang tidak mengalami perubahan warna. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sumardjo (2008) yang menyatakan bahwa pada pemanasan, terjadi
perubahan warna kuning menjadi merah bata. Namun, larutan maltosa dan laktosa
tidak mengalami perubahan warna. Hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan
Estien dan Nursanti (2006) semua jenis karbohidrat akan berubah warna menjadi
merah bilal larutannya dicampur dengan larutan asam sulfat pekat. Kejadian
tersebut terjadi disebabkan oleh kurang lamanya pemanasan pada larutan maltosa dan
laktosa.
4.3 Protein
4.3.1 Uji Biuret
Berdasarkan praktikum yang
dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 7. Hasil Pengamatan Uji Biuret
Sampel
|
Reaksi (+/-)
|
Keterangan
|
Putih Telur
|
+
|
Berubah menjadi warna ungu
|
Sumber :
Data Primer Praktikum Kimia Dasar, 2012.
Berdasarkan hasil dari praktikum
yang sudah dilaksanakan, diketahui bahwa putih telur setelah direaksikan
menggunakan larutan NaOH 10 % dan CuSO4 0,5 % terjadi perubahan
warna yang semula bening berubah menjadi warna ungu, dengan demikian reaksi
dapat dikat akan positif. Hal ini sesuai dengan pendapat Bintang (2012) yang
menyatakan bahwa ion cu2+ dari
pereaksi biuret dalam suasana basa akan bereaksi dengan polipeptida atau
ikatan-ikatan peptide yang menyusun protein dan membentuk senyawa kompleks
berwarna ungu atau violet. Berdasarkan hasil pengamatan dari putih telur yang
direaksikan dengan NaOH 10 % dan CuSO4 diketahui bahwa putih telur tidak
dapat larut didalam air. Ditambahkan oleh Sastrohamidjojo (2005) menyatakan
bahwa protein tidak dapat larut didalam cairan-cairan organik.
4.3.2 Uji Presipitasi dengan Larutan Asam Logam
Berat (Putih Telur)
Berdasarkan praktikum yang
telah dilaksanakan, diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 8. Hasil Pengamatan Presipitasi Larutan Asam
Logam Berat (Putih Telur)
Reagen
|
Reaksi
(+/-)
|
Keterangan
|
FeCl3
|
+
|
Warna merah bata, terdapat endapan
|
CuSO4
|
-
|
Warna biru muda, tidak
terdapat endapan
|
HgCl2
|
-
|
Warna putih, tidak terdapat
endapan
|
Sumber :
Data Primer Praktikum Kimia Dasar, 2012.
Berdasarkan hasil yang diperoleh
dari praktikum yang telah dilaksanakan, diketahui bahwa putih telur yang
ditetesi FeCl3 terdapat endapan, sedangkan yang ditetesi CuSO4 dan
HgCl2 tidak terdapat endapan, dikarenakan protein peka terhadap zat
kimia. Hal ini sesuai dengan pendapat Estien dan Nursanti (1994) yang
menyatakan bahwa pada umumnya protein sangat peka terhadap pengruh fisik dan
zat kimia, sehingga protein mudah mengalami perubahan bentuk. Pada pengamatan
presipitasi larutan asam logam berat pada putih telur yang direaksikan dengan
FeCl3, CuSO4 dan HgCl2, diketahui bahwa pada
putih telur yang direaksikan dengan FeCl3 terbentuk endapan, dikarenakan
pada FeCl3 mengandung logam-logam berat. Ditambahkan oleh
Sastrohamidjojo (2005) menyatakan bahwa protein mengendap dari larutannya bila
ditambahkan dengan garam-garam anorganik.
4.3.3 Uji Presipitasi Larutan Asam Logam Berat (Protein Susu)
Berdasarkan praktikum yang telah
dilaksanakan, diperolih hasil sebagai berikut.
Tabel 9.
Hasil Uji Presipitasi Larutan Asam Logam Berat (Protein Susu)
Reagen
|
Reaksi (+/-)
|
Keterangan
|
FeCl3
|
+
|
Warna kuning, terdapat endapan
|
CuSO4
|
-
|
Warna
biru muda, tidak terdapat endapan
|
HgCl2
|
+
|
Warna
putih, terdapat endapan
|
Sumber :
Data Primer Praktikum Kimia Dasar, 2012.
Berdasarkan hasil dari praktikum
yang telah dilaksanakan, diketahui bahwa protein susu mengalami reaksi positif
pada saat direaksikan dengan FeCl3 dan HgCl2. Pada hasil
praktikum diketahui bahwa pada saat reaksi dilakukan, terbentuk endapan putih
pada HgCl2 akibat dari larutan asam logam tersebut. Hal ini sesuai
dengan pendapat Poedjiadi (1994) yang menyatakan bahwa reaksi terjadi secara
hetero polar dan elektrovalen yaitu ikatan antara ion-ion yang bermuatan
berlawanan dengan suatu molekul, ikatan ini terjadi antara radikal karbonil
dengan radikal amino bebas. Pada praktikum, reagen yang digunakan yaitu HgCl2
merupakan senyawa yang termasuk dalam logam berat, dan telah di ketahui
bahwa logam berat itu dapat merusak kualitas protein. Ditambahkan oleh Sumardjo
(2008) yang menyatakan bahwa logam berat yang seperti halnya pada tubuh
manusia, bila tubuh manusia terkontaminasi dengan logam berat, maka protein
yang terdapat didalam tubuh manusia semakin lama akan semakin buruk kualitasnya.
4.4 Lemak
4.4.1 Uji Sifat Fisik,
Kekentalan dan Bau
Berdasarkan praktikum yang
dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel
10. Hasil Uji Sifat Fisik, Kekentalan dan Bau
Sampel
|
Kekentalan
|
Bau
|
Sifat Fifik
|
Minyak Kelapa
|
Kental
|
Tidak berbau
|
Cair
|
Gajeh
|
Kental
|
Menyengat
|
Padat
|
Sumber :
Data Primer Praktikum Kimia Dasar, 2012.
Berdasarkan praktikum yang telah
dilaksanakan, telah diketahui bahwa struktur dari minyak kelapa dan gajeh
adalah kental, dikarenakan minyak kelapa dan gajih mengandung lemak. Hal ini
sesuai dengan pendapat Iswari dan Astuti (1998) yang menyatakan bahwa ciri-ciri
lemak adalah tidak larut didalam air dan dan tampak berminyak atau kental. Pada
bahan yang digunakan dalam praktikum telah diketahui bahwa minyak kelapa dan
gajeh mempunyai sifat fisika, yang berarti bahan tersebut dikelompokan dalam
lipid. Ditambahkan oleh Poedjiadi dan Supriyanti (2007) yang menyatakan bahwa
lemak dan senyawa organik yang mempunyai sifat fisika seperti lemak, dimasukan
dalam satu kelompok yaitu lipid.
4.4.2 Uji Kelarutan (Minyak
Kelapa)
Berdasarkan praktikum yang
dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel
11. Hasil Uji Kelarutan Minyak Kelapa
Sampel
|
Kekentalan
|
Bau
|
Sifat
Fisik
|
Eter
|
Encer
|
Menyengat
|
Larut
|
Na2CO3
|
Encer
|
Tidak
Menyengat
|
Tidak
Larut
|
Air
|
Encer
|
Tidak
Menyengat
|
Tidak
Larut
|
Alkohol
|
Kental
|
Menyengat
|
Tidak
Larut
|
Kloroform
|
Encer
|
Tidak
Menyengat
|
Larut
|
Sumber : Data Primer Praktikum Kimia Dasar,
2012.
Berdasarkan hasil dari praktikum, diketahui bahwa minyak kelapa
hanya larut pada saat direaksikan dengan eter dan kloroform, dimana eter dan
kloroform merupakan zat kimia yang tergolong dalam pelarut organiknon polar.
Hal ini sesuai dengan pendapat Bintang (2012) yang menyatakan bahwa lipid dapat
larut dalam pelarut organik non polar dan pelarut organik polar yang dipanaskan.
Pada hasil praktikum diketahui bahwa minyak kelapa yang direaksikan dengan Na2CO3,
air dan alkohol tidak dapat larut dikarenakan lipid tidak dapat larut
didalam air. Ditambahkan oleh Poedjiadi dan Supriyanti (1994) yang menyatakan
bahwalipid tidak larut dalam air, tetapi larut dalam satu atau lebih dari satu
pelarut organik misalnya eter, aseton dan kloroform.
4.4.3 Uji Kelarutan ( Mentega dan Margarin)
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil data sebagai berikut.
Tabel 12. Hasil Uji Kelarutan Mentega dan Margarin
Sampel
|
Kekentalan
|
Bau
|
Sifat
Fisik
|
|||
Mentega
|
Margarin
|
Mentega
|
Margarin
|
Mentega
|
Margarin
|
|
Eter
|
Kental
|
Encer
|
Menyengat
|
Menyengat
|
Larut
|
Larut
|
Na2CO3
|
Encer
|
Encer
|
Tidak
Menyengat
|
Tidak
menyengat
|
Tidak
Larut
|
Tidak
larut
|
Air
|
Encer
|
Encer
|
Tidak
Menyengat
|
Tidak
menyengat
|
Tidak
Larut
|
Tidak
larut
|
Alkohol
|
Encer
|
Encer
|
Menyengat
|
Menyengat
|
Tidak
Larut
|
Tidak
larut
|
Kloroform
|
Encer
|
Encer
|
Tidak
Menyengat
|
Tidak
menyengat
|
Larut
|
Larut
|
Sumber :
Data Primer Praktikum Kimia Dasar, 2012.
Berdasarkan hasil dari praktikum, telah diketahui bahwa mentega dan
mentega yang direaksikan dengan eter, Na2CO3, air, alkohol,
dan kloroform terjadi kelarutan pada eter dan kloroform, dikarenakan eter dan
kloroform merupakan pelarut yang dapat melarutkan mentega yang mempunyai
kandungan lipid. Hal ini sesuai dengan pendapat Poedjiadi dan Supriyanti (2007)
yang menyatakan bahwa lipid dapat diperoleh dari hewan dan tumbuhan dengan cara
ekstrasi menggunakan alkohol yang dipanaskan, eter kloroform atau pelarut lemak
lain yang tergolong dalam pelarut organik
non polar. Dari hasil prktikum mentega dan margarin yang direaksikan dengan Na2CO3,
air dan alkohol tidak larut dikarenakan Na2CO3, air
dan alkohol bukan termasuk termasuk dalam organik non polar melainkan pelarut
organik polar. Ditambahkan oleh Iswari dan Yuniastuti (1998) yang menyatakan
bahwa lipid tidak larut dalam air, akan tetapi lipid larut dalam
pelarut-pelarut non polar seperti eter, kloroform dan benzena.
4.4.4 Uji Emulsi
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil data sebagai berikut.
Tabel 13. Hasil Uji Emulsi Minyak Kelapa
Sampel
|
Kekentalan
|
Bau
|
Sifat Fisik
|
Air
|
Encer
|
Khas
|
Tidak
Larut
|
Air + Na2CO3
|
Encer
|
Khas
|
Tidak
Larut
|
Air + Air Sabun
|
Encer
|
Sabun
|
Tidak
larut
|
Sumber :
Data Primer Praktikum Kimia Dasar, 2012.
Berdasarkan hasil dari praktikum, diketahui bahwa minyak yang
direaksikan dengan air dan air + air sabun akan membentuk emulsi, dikarenakan
air sabun memecah molekul minyak kelapa sehingga susunanya akan rusak. Hal ini
sesuai dengan pendapat Raharjo (2005) yang menyatakan bahwa asam lemak jenuh
dibandingkan dengan asam lemak tak jenuh lebih memiliki titik lebur lebih rendah
dan mudah larut. Pada praktikum, saat minyak kelapa direaksikan dengan air + Na2CO3
diperoleh hasil emulsi dari reaksi tersebut, dikarenakan Na2CO3
memecah molekul sehingga susunannya rusak. Ditambahkan oleh Keenan (2008)
yang menyatakan bahwa asam lemak jenuh tidak mempunyai ikatan rangkap dalam
struktur kimianya dan asam lemak jenuh pada umumnya tidak dapat larut di dalam
air.
4.4.5 Uji Emulsi ( Mentega )
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil data sebagai berikut.
Tabel 13.
Hasil Uji Emulsi Mentega
Sampel
|
Kekentalan
|
Bau
|
Sifat
Fisik
|
Air
|
Encer
|
Khas
|
Tidak
Larut
|
Air + Na2CO3
|
Encer
|
Khas
|
Tidak
Larut
|
Air + Air Sabun
|
Encer
|
Sabun
|
Tidak
larut
|
Sumber :
Data Primer Praktikum Kimia Dasar, 2012.
Berdasarkan hasil dari praktikum, diketahui bahwa mentega yang
direaksikan dengan air dan air + air sabun menghasilkan emulsi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Winarno (2001) yang menyatakan bahwa asam lemak jenuh tidak
dapat larut dalam air dan pada umumnya asam lemak jenuh tidak mempunyai ikatan
rangkap. Hal tersebut bertentangan dengan pendapat James (2004) yang menyatakan
bahwa asam lemak pada umumnya mempunyai fungsi antara lain sebagai penghasil
kalor teringgi, sebagai pelarut vitamin A, D, E dan K serta sebagai pembuat zat
makanan esensial, sebagai pelindung tubuh, menjaga tubuh dari kedinginan dan
rasa lapar. Pernyataan ini sesuai dengan hasil praktikum bahwa air dan air sabun
dapat melarutkan mentega.
4.4.6 Uji Emulsi ( Margarin )
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan, diperoleh
hasil data sebagai berikut.
Tabel 15. Hasil Uji Emulsi Margarin
Sampel
|
Kekentalan
|
Bau
|
Sifat
Fisik
|
Air
|
Encer
|
Khas
|
Tidak
Larut
|
Air + Na2CO3
|
Encer
|
Khas
|
Tidak
Larut
|
Air + Air Sabun
|
Encer
|
Sabun
|
Tidak
larut
|
Sumber :
Data Primer Praktikum Kimia Dasar, 2012.
Berdasarkan hasil dari praktikum yang telah dilaksanakan, diketahui
bahwa margarin yang direaksikan dengan air + Na2CO3 menghasilkan
emulsi, dikarenakan Na2CO3 memecah molekul sehingga
susunannya rusak. Hal ini sesuai dengan pendapat Keenan (2008) yang menyatakan
bahwa asam lemak jenuh tidak mempunyai ikatan rangkap dalam struktur kimianya
dan asam lemak jenuh pada umumnya tidak larut dalam air. Hal tersebut berbeda
dengan pendapat Raharjo (2005) yang menyatakan bahwa asam lemak jenuh
dibandingkan dengan asam lemak tak jenuh lebih memiliki titik ebur lebih rendah
dan mudah larut dalam air.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari
hasil pembahasan pada praktikum Analisa Kuantitatif dapat di tarik kesimpulan
bahwa keberhasilan suatu titrasi tergantung pada tepat tidaknya pencampuran
larutan dengan PP, pengukuran, volume titrasi serta tepat tidaknya proses
titrasi. Pada praktikum Karbohidrat dapat disimpulkan bahwa pada uji kelarutan
semua sampel larut dalam air, pada uji fehling dan uji bennedict semua sampel
bereaksi positif dan berwarna merah bata, dan uji asam pikrat semua sampel
bereaksi positif dan berwarna merah kecuali maltosa dan laktosa yang bereaksi
negatif karena kurang lamanya proses pemanasan. Pada praktikum Protein dapat
disimpulkan bahwa putih telur bereaksi postif yang ditunjukan dengan warna
ungu, pada uji presipitasi dengan larutan asam logam berat sampel yang direaksikan
dengan FeCl3 dihasilkan reaksi negatif berwarna kuning. Pada
praktikum Lemak dapat disimpulkan bahwa pada uji kelarutan lipid minyak kelapa,
margarin, dan mentega berbentuk suspense dan berbau khas, pada uji emulsi semua
sampel teremulsi ditunjukkan oleh adanya gelembung-gelembung yang tidak larut.
5.2 Saran
Berdasarkan
praktikum yang dilakukan sebaiknya praktikum kimia untuk yang akan datang lebih
baik dari yang sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
Bintang, M. 2012.
Biokimia Teknik Penelitian. Erlangga. Jakarta.
Champbell, N.A.,
J.B. Reece., L.G. Mitchell. 2002. Biologi. Erlangga. Jakarta.
Day, R. A. dan A.
L. Underwood. 2002. Analisis Kimia
Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
Estien,
Y dan Nursanti, L. 2006. Penuntun Praktikum
Biokimia untuk Mahasiswa Analis. Andi. Yogyakarta.
Haryadi, W. 1990. Pengantar Kimia Analitik.
Erlangga. Jakarta.
Iswari, R.S. dan
Yuniastuti. 1998. Biokimia Jilid I. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Keenan,
C. 2008. Ilmu Kimia untuk Universitas. Erlangga. Jakarta.
Murray, R.K., D.K.Granner., V.W.Rodwell. 2006.
Biokimia Harper. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Poedjiadi,
A. 1994. Dasar-Dasar Biokoimia. Erlangga. Jakarta.
Poedjiiadi, A dan
Supriyanti. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Raharjo,
S. 2005. Kerusakan Oksidatif pada Makanan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Roth,
B.J dan Blaschike, G. 1988. Analisis Farmasi. Gadjah Mada University Press. Jakarta.
Sukmariah, M dan
Kamianti, A. 1992. Kimia
Kedokteran. Binarupa Aksara.
Jakarta.
Sumardjo, D.
2009. Pengantar Kimia. Penerbit Buku kedokteran EGC. Jakarta.
Sunanda,
Y. 2003. Kimia Dasar Prinsip-Prinsip Kimia Teknik. Alkemi Grafisindor Press.
Bandung.
Winarno,
F.G. 2001. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Gambar Peralatan Praktikum
NO
|
Nama Alat
|
Gambar
|
Fungsi
|
1
|
Buret
|
Sebagai tempat yang digunakan untuk titrasi.
|
|
2
|
Erlenmeyer
|
Sebagai tempat untuk mencampurkan larutan.
|
|
3
|
Klem
|
sebagai penjepit buret dengan statif.
|
|
4
|
Labu ukur
|
Untuk membuat larutan standar dengan volome tertentu.
|
|
5
|
Pipet Volume
|
untuk
memipetkan NaOH.
|
|
6
|
Statif
|
sebagai tempat meletakkan klem.
|
|
7
|
Pipet tetes
|
Digunakan untuk mengambil larutan dengan jumlah
sedikit.
|
|
8
|
Corong
|
untuk
memasukkan larutan ke dalam buret.
|
LEBIH LENKAPNYA
DOWNLOAD disini